Gaza Menang Lagi

Jumat, 04 Juni 2010

Fahmi Huwaidi

(Asy-Syarq Qatar)

Kita layak menyampaikan terimakasih kepada penyelenggara dan relawan Armada Kebebasan (Freedom Flotilla). Mereka telah membangunkan tidur panjang kita, atau lebih tepatnya koma kita. Mereka mengingatkan kita tentang Jalur Gaza dan kejahatan blokade yang mengurungnya setelah kebanyakan kita melupakan tema ini karena manipulasi berita selama tiga tahun sejak awal blokade. Aksi heroik Armada Kebebasan benar-benar membongkar kedok skandal blokade di headline media elektronik dan cetak di seluruh dunia. Pada saat yang sama juga membongkar skandal sikap bungkam media resmi Arab yang sesunggunya jelas-jelas ikut serta dalam memblokade Jalur Gaza. Sebab merekalah yang menutup perlintasan gerbang masuk Jalur Gaza di Rafah dan menghancurkan terowongan serta membangun tembok baja untuk memutus jalannya bantuan ke wilayah itu.

Tindakan Arab menang hanya ditafsirkan sebagai tindakan yang memalukan. Selama tiga tahun terakhir, blokade dianggap Arab sebagai hal biasa, cara hidup yang bisa diterima dan bukan hal aneh. Selama ini bahkan Arab menilai pemberian bantuan kepada warga Jalur Gaza sebagai tindakan yang patut didakwakan secara hukum. Bahkan mereka yang mengungkapkan solidaritasnya kepada warga Palestina terblokade, ‘kejahatan’ mereka dianggap besar sehinga layak diajukan ke mahkamah militer. Seperti yang dialami oleh Ustad Majdi Husai yang tervonis selama tiga tahun karena memberikan solidaritasnya terhadap warga Palestina. Ini dilakukan oleh Israel dan pendukungnya dalam rangka menggalang opini dunia agar menerima “pembicaraan perdamaian”, ingin menegaskan bahwa Israel bukan lagi ancaman bagi dunia Arab dan nuklirnya hanya bom bersahabat. Sementara bahaya hakiki dan konstan adalah Iran dan proyek nuklirnya yang masih embrio dalam rahim gaib.

Namun semua manipulasi dan kebohongan opini itu hancur luluh dan kini Arab tidak lagi memiliki ‘tangan’. Sebab Allah berkehendak kepada bangsa non Arab menggelar aksi yang dilupakan oleh Arab. Para aktivis pembebasan di dunia barat justru yang membawa amanat yang disia-siakan oleh “saudara” Palestina di dunia Arab. Para aktivis internasional itu menolak blokade sebab ia kejahatan moral dan kemanusiaan sebelum kejahatan politik. Karenanya, mereka berteriak sambil membawa di pundak mereka apapun bantuan yang dibutuhkan oleh kehidupan yang layak bagi warga Jalur Gaza, syukur-syukur blokade akan bisa terbebaskan. Para aktivis itu telah menggantikan kekerdilan kita dengan keberanian dan kemuliaan mereka. Mereka tak merasa perlu sungkan jika kita bangsa Arab ini menyerah dan takluk di bawah ketiak Israel. Mereka memutuskan untuk bersatu menghadang arogansi Israel. Ketika relawan itu dihadang peluru dan serangan Israel, keburukan negara penjajah ini terungkap di hadapan dunia Arab, bahkan seluruh dunia. Bukan Israel saja yang jatuh harga diri dan namanya, namun kelompok “Arab moderat”yang berkoalisi dengan Israel dan pendukungnya ikut remuk redam harga diri dan citranya.

Benar, kepongahan Israel bukan hal baru bagi kita. Namun yang mengegetkan kita adalah kebodohan Israel. Ketika menggerebek kapal Marmara dan melakukan apapun yang mereka lakukan, pasukan Israel menyangka bahwa mereka telah menggagalkan perjalanan aksi kemanusiaan itu. Namun secara politis dan media Israel gagal dalam pertarungan ini. Sebab Israel bukan saja melakukan serangan pembunuhan di perairan internasional, bukan saja karena membunuh warga sipil, namun mereka sudah menabuh genderang perang terhadap kelompok aktivis pembebasan di seluruh dunia; mereka yang datang dari 40 negara untuk menyampaikan simpati dan dukungannya terhadap warga Palestina yang terblokade di Jalur Gaza.

Ya, Israel sudah mengidap penyakit bangga diri secara buta. Ini mendorong mereka melakukan bunuh diri. Ya, Israel keluar dalam keadaan rugi total. Sementara Palestina semakin meraup keuntungan dan dukungan berlipat. Gaza pun semakin menjadi headline news dimana-mana. Dan kini, pembebasan blokade menjadi tuntutan dunia internasional yang sangat mendesak dan mendesak. Ya, Gaza telah mewujudkan kemenangan lain yang dihadiahi oleh takdirnya sendiri. Selain itu, ketika Israel membidik kapal Mavi Marmara dan tidak menyerang yang lain, mereka rugi besar dalam hubungannya dengan Turki yang kini menjadi penolong terdepan bagi Palestina ketika “saudara tuanya” (Mesir, pent.) sedang tidak ada di kursinya entah kemana. Yang terakhir ini butuh tulisan khusus. (bn-bsyr)

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

Sekitar Piala Dunia 2010

Sekitar Piala Dunia 2010
Brazil Trauma Masa

Labels